Rabu, 13 Juli 2016

FLAVONOID

A. PENGERTIAN

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberdaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid  Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun/ aleopati terdapat pada kulit jeruk manis, merupakan persenyawaan glucoside yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon. Flavonoid yang tidak ada rasanya disebut hesperidin, sedangkan limonin menyebabkan rasa pahit dan mempunyai sifat yang khas yaitu bau yang sangat tajam, sebagian besar merupakan pigmen warna kuning, dapat larut dalam air dan pelarut organik, mudah terurai pada temperatur tinggi. Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mempunyai struktur C6-C3-C6. Tiap bagian C6 merupakan cincin benzene yang terdistribusi dan dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan rantai alifatik.


Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bias dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatic tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis.

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Golongan
flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh
dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.
     B. KLASIFIKASI

Flavonoid digolongkan berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil antara lain flavon, isoflavon, flavonol.

Group
Skeleton
Contoh
Gambaran
Gugus fungsi
Rumus Struktur
3-hidroksil
2,3-dihidro
2-phenylchromen-4-one
X
X
3-hydroxy-2-phenylchromen-4-one
V
X

2,3-dihydro-2-phenylchromen-4-one
X
V

Flavanonol
or
3-Hydroxyflavanone
or
2,3-dihydroflavonol
3-hydroxy-2,3-dihydro-2-phenylchromen-4-one
V
V

      C.    JALUR SINTESIS

1. Metode Penyarian
Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyarian yang sesuai sifat kepolarannya. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna. Metode-metode ekstraksi yang sering digunakan diantaranya :
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasilyang diperoleh
b. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara terus-menerus dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara terus-menerus, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana, tidak terjadi ekstraksi yang sempurna dari simplisia karena akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui suplai bahan pelarut segar, perbedaan konsentrasi tadi selalu dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95% .

c. Soxhletasi
Soxhletasi dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet. Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring, atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat, atau bahan lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu.

2. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silica gel atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 1991).
Fase diam pada KLT dapat berupa fase polar maupun non polar,
diantaranya :
a. Silica gel
Fase diam ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar. Untuk fase polar, merupakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat sedikit asam. Silica gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan kaca dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. pendukung yang lain berupa lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran di atas yang umumnya dibuat oleh pabrik. Silica gel kadang-kadang ditambah senyawa fluoresensi, agar bila disinari dengan sinar UV dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel GF254 yang berarti silica gel dengan fluoresen yang berpendar pada 254 nm. Silica gel untuk fase non polar terbuat dari silika yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin, minyak silikon raber gom, atau lilin. Dengan fase tersebut fase gerak air yang polar dapat digunakan sebagai eluen.
Fase diam ini dapat memisahkan banyak senyawa, namun elusinya sangat lambat dan hasil uji ulangnya kurang bagus (Sumarno, 2001).
b. Alumina (alumunium oksida)
Fase diam ini bersifat sedikit basa, lebih jarang digunakan. Saat akan digunakan harus diaktifkan kembali dengan pemanasan. Alumina yang digunakan sebagai fase diam untuk KLT umumnya yang bebas air, sehingga mempunyai aktivitas penjerapan lebih tinggi (Sumarno, 2001).
c. Kiselguhr
Fase diam ini sebenarnya merupakan asam silika yang amorf, berasal dari kerangka diatomeae, maka lebih dikenal dengan nama tanah diatomeae, kurang bersifat adsorptif dibanding silika (Sumarno, 2001).
d. Magnesium silikat
Fase diam ini hanya digunakan bila adsorben atau penjerap lain tidak dapat digunakan. Nama lain dalam perdagangan dikenal dengan floresil.
e. Selulose
Polaritasnya tinggi dapat digunakan sebagai pemisah secara partisi, baik dengan bentuk kertas maupun bentuk lempeng. Kedua bentuk tersebut masih sering digunakan untuk pemisahan flavonoid. Ukuran partikel yang digunakan kira-kira 50 μm, maka elusinya lebih lambat. Fase diam ini sekarang sudah diganti dengan bubuk selulosa yang dapat dilapiskan pada kaca seperti halnya fase diam yang lain sehingga lebih efisien dan lebih banyak digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa polar atau isomer.
f. Resin
Fase diam resin digunakan pada KLT penukar ion. Resin merupakan polimer dari stirendivenil yang mengalami kopolimerisasi, bersifat non polar. Fase diam ini sangat berguna untuk memisahkan senyawa berbobot molekul tinggi dan bersifat amfoter seperti asam amino, protein, enzim, nukleotida. Sebagai fase gerak digunakan larutan asam kuat atau basa kuat. Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik. Sistem pelarut multikomponen ini harus berupa satu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponenJarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakandengan angka Rf atau hRf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar