Rabu, 13 Juli 2016

ALKALOID

1.       Pengertian
               Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Contonya anatra lain alkaloid indol, dimana banyak terdapat kerangka yang berbeda. Alkaloid merupakan  sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (bisa juga senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid.
Indole adalah senyawa organik heterosiklik aromatik. Bicyclic memiliki struktur, yang terdiri dari enam cincin benzen Anggota melebur ke lima-Anggota Pirola mengandung nitrogen cincin. Indole adalah komponen populer wewangian dan pendahulu untuk banyak obat-obatan. Senyawa yang mengandung sebuah cincin indola disebut indoles. Derivatif yang paling terkenal adalah asam amino triptofan, pendahulu dari neurotransmitter serotonin. Baru-baru ini, indole telah divalidasi sebagai struktur istimewa, sebuah tangga yang mampu memberikan beragam berguna ligan untuk reseptor. Alkaloid Indol merupakan senyawa mengandung gabungan cinsin indol dan alkaloid.
2.    Klasifikasi Alkaloid
               Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya (precursors), didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid dirubah menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang mencolok dalam proses sintesisnya.
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang termasukdalam kelas ini adalah : Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana tabacum dari famili Solanaceae.
2.     Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun sun-sum tulang belakang. Yang termasuk dalam kelas ini adalah Atropa belladona yang digunakan sebagai tetes mata untuk melebarkan pupil mata, berasal dari famili Solanaceae, Hyoscyamus niger, Dubuisia hopwoodii, Datura dan Brugmansia spp, Mandragora officinarum, Alkaloid Kokain dari Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae)
Mempunyai 2 cincin atom karbon dengan satu atom nitrogen. Yang termasuk disini adalah cinchona ledgeriana dari famili rubiaceae, alkaloid kuinin yang toxic pada plasmodium vivax
5.     Golongan Isokuinolina: alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine, narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine, berbamine, oxyacanthine
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada famili Fabaceae termasuk Lupines (Lupinus spp), Spartium junceum, Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora
6.     Alkaloid Fenantrena: alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
7.     Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamin
8.     Golongan Indola:
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol . Ditemukan pada alkaloid ergine dan psilocybin, alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine, alkaloid vinblastin dan vinkristin dari Catharanthus roseus famili Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan Hodgkin‟s.
Serotonin (5-hydroxytryptamine, atau 5-HT) adalah suatu neurotransmitter monoamino yang disintesiskan dalam neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat (CNS) dan sel-sel enterochromaffin dalam saluran pencernaan.
o   Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
o   Yohimbans: reserpine, yohimbine
o   Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
o   Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa): mitragynine, 7-hydroxymitragynine
9.     Golongan Purine: Xantina: Kafein, teobromina, theophylline
 Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada kopi (Coffea arabica) famili Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis) dari famili Theaceae, Ilex paraguaricasis dari famili Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari famili Sapindaceae, Cola nitida dari famili Sterculiaceae dan Theobroma cacao.
10. Golongan Terpenoid:
    1. Alkaloid Aconitum: aconitine
    2. Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang bernitrogen)
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang mengandung 4 cincin karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae, Zigadenus venenosus. Yang termasuk kedalam alkaloid steroid antara lain :
§  Solanum (contoh: kentang dan alkaloid tomat) (solanidine, solanine, chaconine)
§  Alkaloid Salamander berapi (samandarin)
§  lainnya: conessine
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino fenilalanin atau tirosin, alkaloid ini ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam Gnetaceae)
Dari chile papers, genus capsicum yaitu : capsicum pubescens, capsicum baccatum, capsicum annuum, capsicum frutescens, capsicum chinense
3.   Sintesis
          a. Identifikasi
               Ekstraksi alkaloid secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut, berarti tanaman itu mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid kuartener.
                Prosedur kiang-douglas juga dapat digunakan, tetapi agak berbedaterhadap garam alkaloid yang terdapat dalam tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama-tama diubah menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak dengan kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan cara menambahkan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya dengan menambahkan pereaksi mayer, dragendroff atau bauchardat. Perkiraan kandungan alkaloid yang potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar alkaloid khusus seperti brusin.
               Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi Mayer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium iodida dan iod. Pereaksi asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda. Ditilik dari popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi Wagner atau Dragendorff.
               Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan kolom terhadap bahan alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh, terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III) klorida.
               Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan) memberikan warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot. Perteaksi serium amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang berbeda dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultraungu alkaloid. Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid Rauvolfia. Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV) setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat terlihat dengan ninhidrin. Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-asam fosfat. Pereaksi Oberlin-Zeisel, larutan feri klorida 1-5% dalam asam klorida 0,5 N, sensitif terutama pada inti tripolon alkaloid kolkisin dan sejumlah kecil 1 μg dapat terdeteksi.


4  Isolasi
          2.4.1 Isolasi Swainsonine
Swainsonine, sebuah indolizidine alkaloid, menghambat pengolahan asparagin-glikoprotein terkait baik di ekstrak bebas sel-sel hewan dan budaya. Dengan demikian, dalam hati enzim partikel persiapan, swainsonine pada 0,1-1,0 micrometer menghambat mannosidase yang melepaskan [3H] mannose dari mannose glycopeptide yang tinggi tapi hanya sedikit menghambat pelepasan glukosa dari glukosa-glycopeptide berlabel. MDCK dan sel-sel indung telur hamster Cina dalam memadukan budaya [2-3H] mannose dan [6-3H] glukosamin ke kedua mannose tinggi dan kompleks jenis oligosaccharides. Ketika sel-sel ini diinkubasi dengan swainsonine dan kemudian dilabeli dengan mannose atau glukosamin, ada penurunan dramatis dalam jumlah label di kompleks glycopeptide jenis dan peningkatan yang substansial dalam radioaktivitas dalam jenis mannose tinggi. Perubahan ini dipantau oleh peningkatan radioaktivitas yang menjadi rentan terhadap pencernaan oleh endoglucosaminidase H dengan peningkatan konsentrasi swainosine. Yang endoglucosaminidase H-dirilis oligosakarida (s) dari swainsonine-sel diperlakukan lebih besar dan lebih homogen daripada yang dari kontrol dan eluted dari Bio-Gel P-4 pada posisi Man9GlcNAc. Beberapa baris sel kultur jaringan sudah dewasa di hadapan swainsonine untuk menentukan efek pada glikoprotein permukaan sel. Sel tumbuh di alkaloid menunjukkan peningkatan kemampuan untuk mengikat Escherichia coli B886, sebuah bakteri yang mengikat glikoprotein mannose tinggi. Sel-sel ini juga menunjukkan peningkatan pengikatan [3H] concanavalin. Alkaloid indolizidine ini bertindak sebagai inhibitor reversibel lysosomal alfa-mannosidase dan kompleks Golgi alfa-mannosidase II. Struktur swainsonine meniru bentuk kation antara mannose terlibat dalam hidrolisis, membuat enzim inhibitor yang potensial. Karena pH rendah kompartemen di mana pekerjaan yang ditargetkan mannosidases (~ pH 4,5), dan sifat dasar lemah swainsonine, itu akan cenderung untuk berkonsentrasi pada mereka dalam jumlah yang diperlukan untuk inhibisi lengkap.
Sintesis (-)-Swainsonine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar